Baru-baru ini saya baca majalah wanita, bukan edisi terbaru, yang memuat survei yang menyatakan seberapa puas anda menjalani kehidupan sekarang ini. Hasilnya menunjukkan 50% mengaku puas dengan hidup mereka, sekitar 40% lebih menyatakan ketidakpuasannya dan sisanya sebagian kecil tidak berpendapat. Sayangnya survei ini tidak menjelaskan rinci proses pengambilan data dan respondennya. Majalah hanya memuat survei jadi rubrik minimalis penambah artikel.
Nah, menurut anda sendiri bagaimana? Apakah anda (tidak) puas dengan kehidupan anda sekarang? Apakah kepuasan mengacu pada kriteria kebahagian? Jika merujuk pada kebahagiaan maka kepuasan menyangkut tingkat pendidikan, akses kesehatan hingga kesempatan berlibur. Faktanya tidak demikian.
Ada seorang kenalan, dia adalah perempuan mandiri berusia 40an yang mapan dan menduduki posisi sebagai manajer. Dia juga punya rumah dan mobil pribadi. Lalu saat saya tanya, dia mengaku belum puas. Alasannya dia belum memiliki pasangan hidup. Wow!!!! Lanjut saya tanya teman lain yang saya kenal sejak SMA. Teman saya satu ini adalah perempuan bersahaja, sudah menikah dengan pegawai pemerintahan, punya dua anak, laki-laki dan perempuan yang sehat. Dia hidup berkecukupan dan sering menemani suaminya bertugas di luar negeri. Saat saya tanya, dia juga menyatakan belum puas dengan hidupnya sekarang. Mengapa? Dia jujur bercerita ingin punya usaha kuliner yang sudah diimpikan sejak masih gadis.
Untuk melengkapi pencarian saya, saya tanya seorang teman yang saya lainya. Dia adalah perempuan Bali beranak dua, bersuamikan Jerman dan sekarang menetap di Bayern. Dia mengaku puas dengan kehidupannya sekarang. Saat saya tanya, dia jawab begini “Dulu saya tidak pernah membayangkan bisa hidup di luar negeri, punya suami orang asing dengan anak-anak yang rupawan. Saya hanya pelayan restoran saat bertemu dengan suami sebelum menikah.Saya bahagia dengan hidup yang saya jalankan sekarang.” Super!!!
Apakah kepuasan dalam hidup? Mengapa seseorang merasa (tidak) puas dengan hidup mereka? Ini jawabannya:
1. Keinginan, bukan kebutuhan
Sewaktu masih kecil, apa keinginan anda? Seperti lirik lagu berikut, “When I was just a little girl..I asked my mother.. What will I be…Will be I pretty… Will be I rich… Here’s what my mother said..Que serra Serra..Whatever will be..will be..” Begitu banyak keinginan saat masih kanak-kanak, ketika tumbuh dewasa begitu banyak pula kebutuhan kita. Meski kita sudah memiliki segalanya melebihi kebutuhan kita, kita masih belum merasa puas. Mengapa? Keinginan kita belum tercapai.
2. Standar hidup yang jadi norma sosial
Apa ukuran kesuksesan anda? Sebagian orang memandang pernikahan adalah lambang kesuksesan. Sebagian lagi menjawab jabatan punya peran penting dalam kesuksesan. Yang lain berpendapat kepemilikan barang-barang tertentu seperti rumah, tanah,mobil menjadi ukuran sukses. Ada pula standarnya ditentukan dari tingkat pendidikan. So anda sendiri bagaimana? Saya tidak mengikuti standar itu semua, mengapa? Saya tidak ingin berlelah-lelah mencapainya. Jadi diri sendiri itu sudah cukup. Jika anda sudah merasa puas dengan apa yang anda miliki sekarang bisa jadi anda juga sudah sukses. Sukses di tangan anda, bukan mereka.
3. Naluri manusia yang tak pernah puas
Segala pembaharuan dan teknologi tercipta karena manusia tidak pernah puas terhadap keadaan. Manusia ingin kemajuan. Naluriah jika manusia tidak pernah merasa puas. Saat masih kecil saya pernah mendapatkan juara satu dalam kompetisi menulis. Saya senang bercampur bangga karena saya tidak suka ikut-ikutan kompetisi, ibu saya yang mengirimkan karya saya. Juri dalam kompetisi tersebut selalu saya kenang ucapannya.Dia berseru begini, “Anastasia, jangan pernah merasa puas meski mendapat juara satu! Ini berarti harus banyak belajar dan terus menulis.” Seberapa pun anda sudah meraihnya, memang rasa tidak puas akan selalu ada. Itu wajar!!!
4. Daya saing pergaulan
Begitu mudahnya pergaulan dapat dimulai, hanya dua jari anda bisa mendapatkan teman. Coba cek hape anda, sering berseliweran tawaran pertemanan. Nah, coba bayangkan yang bertebaran di media sosial. Begitu mudahnya orang terhubung. Lihat teman posting pasangan suami/isteri, kepengen. Lihat teman berhasil di usaha kuliner, kepengen. Lihat teman pasang foto-foto keluar negeri, kepengen. Nah loh!!! Akhirnya berlomba, “Dia saja bisa, kenapa saya tidak?” Tak pernah puas karena orang lain diajak berkompetisi!! Sampai kapan akan puas??
Uraian saya berdasarkan bacaan majalah perempuan dan responden yang saya tanya juga perempuan. Apakah ini berlaku pada pria? Saya tidak tahu.
Apakah kepuasan sama dengan kebahagiaan? Teman saya yang bijak menjawab begini, “Happiness is the way, dear. Satisfied is only how you feel.” Anda setuju pendapat teman saya ini?
Ada pendapat lain? 

No comments:
Post a Comment