
(Situasi salah satu gereja katolik di Jakarta, Santa Maria Imaculata . Sumber foto: Dokumen pribadi.)
Bahagia itu sederhana. Bahagia itu mudah. Ada banyak konsep yang
bermunculan tentang kebahagiaan dari pengalaman dan pendapat. Mungkin
cara berikut bisa ditiru jika ingin bahagia berkelanjutan.
Ahli
Epidemiologi Dr. Mauricio Avendano berpendapat bahwa aktivitas
keagamaan menjadi satu-satunya kegiatan yang membantu seseorang mencapai
kebahagian berkelanjutan. Mengapa?
Hasil studi tersebut dilaporkan dalam Jurnal Amerika tentang
Epidemiology. Akhir-akhir ini tampak kecenderungan depresi meningkat di
wilayah benua Eropa seiring dengan mekanisme bagaimana mengatasi depresi
itu. Ada banyak pilihan gaya hidup yang ditawarkan untuk mengatasi
problema kehidupan seperti depresi tersebut, misalnya olahraga;
melanjutkan pendidikan, kegiatan sukarela atau aktivitas keagamaan.
Studi
dilakukan oleh para peneliti di Erasmus MC dan the London School of
Economics and Political Science terhadap 9000 orang Eropa yang telah
berusia lanjut (diatas usia 50 tahun) selama empat tahun. Studi ini
ingin mengetahui berbagai tingkat kegiatan sosial dengan pengaruh
suasana hati seseorang.
Hasilnya sungguh mengejutkan di
kala kecenderungan orang Eropa sudah mulai meninggalkan rutinitas
keagaamaan, studi tersebut malah menunjukkan bahwa aktivitas keagaaman
ternyata lebih berdampak positif dan menguntungkan ketimbang kegiatan
lain. Padahal studi sebelumnya dikatakan bahwa orang-orang yang terlibat
dalam aktivitas keagaaman, klub olahraga, kelompok politik dan kegiatan
sukarela memiliki kesehatan mental yang lebih baik. Kini hasil studi
tersebut secara khusus mengungkapkan bahwa pengalaman keagamaan
berdampak pada kesehatan mental.
Jadi terbukti bahwa menghadiri misa di gereja, sembahyang di masjid atau pergi ke tempat ibadah ternyata memberikan reward yang tinggi dan manfaat berkelanjutan bagi kesehatan mental seseorang, terutama bagi mereka yang sudah memasuki usia senja.
Bagaimana di Indonesia?
No comments:
Post a Comment