
Sumber foto: Dokumen pribadi
Bruk!!!! Aku terjatuh. Sial, lompatannya begitu bagus, umpatku. Si Bapak Tua ini melompat dengan lincahnya di setiap pijakan batu. Dia tertawa melihatku jatuh. Ia menghampiriku lalu mengulurkan tangannya.
“Ayo, kamu pasti bisa!” serunya menyemangati. “Jika kau ingin melompat, lihatlah ruang yang tak ada batunya, bukan batunya!” katanya. Dengan bijak, ia menjelaskan bahwa batu pijakan yang kita lihat malah terkadang menghambat kita untuk melihat. “Dalam hidup kita ingin melompat lebih jauh, lebih tinggi dan melihat batu di hadapan yang jadi hambatan, maka kita cenderung jatuh. Sebaiknya lihatlah ruang kosong di sekitar batu yang jadi tantanganmu untuk melompat,” tegas Bapak Tua menjelaskan kemahirannya melompat satu batu ke batu lain menyusuri anak sungai yang aku lewati.
Dia menepuk bahuku sekali lagi, “Saat melompat, jangan lihat hambatanmu! lihatlah apa yang jadi tantangan di sekitarmu!”
Aku melompati batu kembali. Aku ikuti tantangan Bapak Tua menyusuri anak sungai yang sedang deras itu. “Kau lihat air sungai yang mengalir itu,” seru Bapak Tua sambil menunjuk ke arah air sungai di hadapan. “Benar pepatah orangtua. Dalam kehidupan, jadilah seperti air sungai yang mengalir. Lenturlah, tidak usah kaku! Mereka yang tidak bisa mengikuti arus kehidupan akan berhenti dan ditinggalkan.”
Aku mengiyakan yang disampaikannya. Hal yang aku pikirkan adalah cepat sampai tujuan. Titik!
Bruk!!! Aku jatuh lagi. Brengsek, umpatku.
“Nak, pasti kamu tidak fokus ya?” tanya Bapak Tua padaku. Aku mengangguk. “Kadang mereka terlalu ingin cepat sampai pada tujuan hingga tidak fokus pada langkah-langkahnya. Hati-hati!” serunya.
Aku segera bangkit berdiri dan bersiap melompat lagi. Entah mengapa batu yang ingin aku pijak bertambah jauh dari sebelumnya. Apakah aku yang tidak fokus atau air sungai mengubah posisinya? Pikiranku makin kacau. Sementara Bapak Tua memperhatikan aku dari kejauhan.
“Berapa jauh batu ini dengan batu itu?” tanyaku pada Bapak Tua. Bapak Tua menggeleng. “Lalu bagaimana kau bisa melompat Bapak Tua?” tanyaku sekali lagi. “Jika ingin mendapatkan lompatan lebih baik, aku selalu melompat melebihi apa yang aku pikirkan,” serunya dengan lantang menjawab pertanyaanku dari kejauhan. Menurutnya, pikiran kerap membuat orang takut melompat.
“Kunci dari lompatan yang berhasil adalah mempercayai kemampuan diri sendiri,” kata Bapak Tua menyemangatiku lagi. Jika kita tidak mempercayai kemampuan diri sendiri sebaiknya jangan pernah melompat. Seberapa pun lemahnya fisik tetapi jika kita yakin pada kemampuan diri sendiri, lompatan itu akan berhasil melebihi apa yang dipikirkan.
Yeah!!! Aku berhasil. Bapak Tua memelukku. “Untuk sampai pada tujuanmu, kau kadang perlu berlari dan melompat. Tidak sekedar berjalan,” katanya lirih.
Akhirnya aku sampai di seberang sungai. Puji Tuhan!!! Ternyata untuk melompat, ada banyak rintangan yang tak mudah. “Buatlah rintangan itu jadi tantangan saat melompat! Bukan hambatan,” tegas Bapak Tua sambil berlalu pergi meninggalkan aku di bibir sungai.
No comments:
Post a Comment