Thursday, April 5, 2018

Kualitas “Kopi” atau “Cangkir”?


(Usai kaffetrinken dan makan kue coklat di sebuah kafe. Sumber foto: Dokumen pribadi)
Ada seorang murid bertanya kepada Guru bijaksana tentang tujuan hidup. “Guru, apa sebenarnya tujuan hidup anda sebenarnya?”.
 
Sang Guru pun tersipu menjawab pertanyaan muridnya dengan pertanyaan lagi, “Apa tujuan hidupmu juga, anakku?”
 
Mereka pun diam dan saling memandang satu sama lain. Begitulah orang bijak, mereka akan merespon dengan pertanyaan atau perumpamaan agar muridnya bisa memahaminya.
 
Lalu Guru pergi ke dapur dan mengambil semua cangkir yang ia miliki dan diletakkan di hadapan para murid-muridnya. Ada beragam cangkir yang dimilikinya, mulai yang paling mahal hingga murah. Tentu anda tahu bahwa cangkir termahal terbuat dari kristal dan terlihat sangat cantik. Ada pula gelas yang terbuat dari keramik hingga ada satu gelas biasa yang murah kualitas, sudah rusak di bibir cangkirnya, dan tak menarik. Semua jenis gelas tersedia di hadapan mereka.
 
Guru pun berkata, “Di dalam teko besar ini ada kopi jenis terbaik di dunia. Sebagai peminum kopi, saya percaya kopi ini memiliki rasa paling enak. Aromanya juga memikat dibandingkan kopi-kopi lain yang pernah saya minum. Sekarang saya meminta anda semua yang ada dalam ruangan menikmati kopi ini. Silahkan ambil dengan cangkir-cangkir yang sudah tersedia di hadapan anda semua.”
 
Semua murid yang berjumlah kurang dari dua puluh orang itu pun mencoba mengikuti petunjuk Guru tersebut, terutama murid yang bertanya tadi. Lah wong bertanya tujuan hidup kok malah justru disuruh minum kopi.
 
Usai semua mengambil cangkir dan meminum kopi tersebut, beberapa murid pecinta kopi pun juga terkesan dengan rasa kopi yang baru diminumnya. Sebagian murid lagi nampak memperhatikan cangkir yang digenggamnya dan terkesan dengan cangkir indahnya. Sisanya nampak mencoba mencari kaitan minum kopi dengan pertanyaan tujuan hidup tadi.
 
“Bagaimana rasa kopi yang baru saja kalian minum?”, tanya Guru kemudian.
 
Serempak murid pun menyahut, “Enak”.
 
Murid yang tadi bertanya menjawab, “Rasa kopinya luar biasa. Kami di sini pun sependapat bahwa Guru punya selera yang baik soal kopi.”
 
Guru pun mengangguk dan menyetujui.
 
“Lalu apa kaitan tujuan hidup dengan minum kopi?”, tanya murid lain.
 
Kembali Guru pun menjawab pertanyaan dengan pertanyaan, “Mengapa kalian tidak meminum dari cangkir ini?”, sambil mengangkat cangkir jelek, tak menarik dan biasa.
 
“Semua cangkir telah kalian pilih. Aku sengaja menyediakan cangkir yang berbahan kristal hingga bahan yang biasa dan tak menarik. Cangkir jelek ini. Lalu mengapa kalian lebih memilih cangkir kristal dan cangkir mahal? Padahal saya hanya meminta kalian menikmati kopi ini. Kualitas kopi ditentukan oleh rasa dan aromanya, meski cangkir yang jadi wadahnya tidak menarik. Saya sudah katakan bahwa kopi yang kalian minum adalah kopi terbaik dunia.”
 
Lalu bagaimana dengan anda sendiri?
 
Saya dan mungkin anda juga terbiasa memikirkan “wadah” yakni cangkir untuk merasakan tujuan minum kopi. Padahal yang kita cari dalam hidup ini adalah “rasa kopi” nya. Tak peduli seberapa menariknya “cangkir kopi” nya, kualitas kopi tidak berubah.
 
Kita bisa mengumpamakan “cangkir” sebagai jabatan, kekuasaan, harta, pendidikan, status sosial, pekerjaan, pangkat, dan sebagainya namun sebenarnya yang kita cari dalam hidup ini adalah “cara menikmati kopi”.
 
Apa tujuan hidup anda?
 
Kualitas hidup tidak ditentukan oleh “wadah” yang melekat pada kita. Jika kita mampu menciptakan rasa dan kualitas terbaik dalam hidup, mengapa kita memusingkan “cangkir”nya? Toh semua orang akan kagum pada hidup anda, apa yang ada di dalam diri, bukan harta, jabatan, status, pakaian, atau apapun yang melekat pada anda.
 
Demikian sebagaimana diceritakan dari seorang Pecinta kopi. Ia terbiasa minum kopi tanpa gula. Ia mampu membedakan kualitas kopi. Well, inspirasi yang menarik :)
 
“It doesn’t matter what you look like on the outside. It is what’s on the inside that counts.”

No comments:

Post a Comment