Wednesday, March 28, 2018

Cerpen : Sang Waktu

Hampir dua tahun, waktu berjalan mengiringi hati ini bersama orang yang paling aku sayangi. Jawabnya tetap bisu. Ia menginginkan hidupku sebagaimana aku menginginkan ia dalam pelukanku seumur hidupku. Cinta tak pernah salah. Itu yang terjadi antara aku dengannya. Malaikat dan Iblis kerap datang bersama kami, saat berdua.

Aku jatuh cinta, selalu. Jatuh cinta tiap ia memanggil namaku. Jatuh cinta setiap ia membayangkanku dalam genggaman Iblis. Jatuh cinta setiap kusebutkan namanya dalam doa, bersama malaikat. Jatuh cinta setiap meminta Tuhan agar selalu bersama kami. Jatuh cinta saat perdebatan diantara kami meruncing menjadi nafsu dan fantasi liar semata. Jatuh cinta.

Mengenalnya sebentar dan jatuh cinta kemudian, bukan perkara mudah buatku. Baginya, aku adalah malaikat kebaikan, yang tak boleh tersentuh oleh noda Iblis, meski kerap ia menginginkannya.

Perjumpaan dengannya, membuatku sadar bahwa cinta memiliki tiga kata kunci, seperti teori triangular love yang pernah kuketahui adalah, Passion; Commitment and Intimacy. Kami punya keduanya, tapi tidak untuk commitment. Pikirannya yang idealis dan tak ingin menyakiti pihak mana pun, membuatku sadar bahwa ia lelaki sempurna. Bahkan saat dia harus berjuang melawan penyakitnya sendiri. dia rela mengorbankan perasaanya menutupnya dengan rapih demi tidak ingin melihatku bersedih dan khawatir kalau aku tau yang sebenarnya.

Baru kali ini, aku sadar, aku jatuh cinta pada lelaki luar biasa ini. Lelaki sederhana, tak suka menganggungkan diri, sabar dan mengerti apa yang aku butuhkan. Bagiku, ia hanya dalam benak dan hati, tanpa bisa aku miliki sepenuhnya jiwa dan raga. Lelaki sejati yang kerap menjadi mimpi-mimpiku yang hadir setiap aku menuliskan cerita-cerita cinta yang pendek, dalam benakku.

Lelaki itu ada. Dunia menantang kami. Itu penderitaan. Tetapi, tantangan itu yang membuat kami bertahan hingga kami sadar bahwa cinta tak harus memiliki tapi selalu membahagiakan. Hanya dia milikku saat ini. Meski waktu kadang tak adil bagi kami, namun Dewi Amor selalu setia menyatukan hasrat kedua insan yang dimabuk gelora asmara, aku dan lelaki ini.

Dia adalah curahan hatiku, tempat aku berkeluh kesah tentang hidup ini. Tempat bersandar, saat aku menderita karena cinta dari orang lain. Tempatku mengadukan harapan dan mimpi. Tempatku berbagi kesenangan dan kedukaan. Tempatku melabuhkan malaikat dan iblis dalam hatiku.

Aku mencintainya. Ia pun demikian.

Sayang, Tuhan segera mengambil milikku yang paling indah ini. Mengapa???

Telah lama, sang waktu iri dengan kebersamaan kami dan memisahkan kami berdua dengan kesibukan duniawi, yang melupakan hasrat kami. Sang waktu mempertemukan kami dengan kesedihan. Sore hari yang kelabu buatku.

Entah jika sang waktu dan Tuhan bekerjasama dengan baik, mungkin ia tak akan lama lagi mencecap indahnya dunia ini. Tak adil rasanya, saat aku baru saja menikmati indahnya cinta dari lelaki sejati yang selama ini aku sayang. Tak mudah buatku berpaling dari lelaki ini.

Jika dulu, Tuhan mengambil lelakiku untuk menjadi PelayanNya di dunia. Kini Tuhan pula yang akan segera mengambil lelakiku untuk menjadi PelayanNya di surga. Lelaki rendah hati dengan jiwa melayani akan segera pergi, dalam hitungan sang waktu, yang bisa saja bersama maut akan pergi menjemputnya. Tak adil.

Benar, bahwa sebagian besar dari apa yang kita jalani di dunia ini adalah segala sesuatu yang tak pernah menjadi kehendak kita, supaya kita mengerti betapa indah rencana Tuhan. Tapi rencana indah ini, tak pernah bisa aku mengerti.

Lelaki sejati itu membiarkan diriku, dalam kesedihan. Lelaki sejati itu, memintaku untuk mengaburkan mimpi kami ke depan. Lelaki sejati itu, memilih kebahagian dengan membiarkan aku bersama dengan yang lain. Tak adil.

Lelaki itu meminta sang waktu, agar membolehkanku untuk melihat kebahagiaan ada bersamaku. Tak mungkin. Tak mudah juga.

Sang waktu, aku ingin memintamu bersikap adil terhadap cinta. Sang waktu, aku ingin kau berpihak padaku dan padanya. Sang waktu, aku ingin rajutan cinta itu kembali tersulam dengan baik, meski bukan bersamanya. Sang waktu, aku ingin kau tahu bahwa cinta yang tulus adalah pengorbanan saat kita bisa memberikan yang terbaik buat orang yang dikasihinya. Sang waktu, aku ingin engkau tetap menjaganya hingga engkau pun membuatku dan dia bahagia dengan sulaman kasih yang terpisah oleh takdir.

Sang waktu, bekerjalah bersama takdir. Tak ada yang mustahil atas nama cinta. Aku ingin bersamanya untuk terakhir kalinya.

Hanya waktu yang dapat membawanya kembali sebagai pribadi yang penuh kenangan, meski ia telah pergi. Waktu telah membawanya pergi. Namun waktu pula, yang akan menjawab seberapa besar nilai cinta itu.

No comments:

Post a Comment