
Hampir dua tahun, waktu berjalan mengiringi hati ini bersama orang
yang paling aku sayangi. Jawabnya tetap bisu. Ia menginginkan hidupku
sebagaimana aku menginginkan ia dalam pelukanku seumur hidupku. Cinta
tak pernah salah. Itu yang terjadi antara aku dengannya. Malaikat dan
Iblis kerap datang bersama kami, saat berdua.
Aku jatuh
cinta, selalu. Jatuh cinta tiap ia memanggil namaku. Jatuh cinta setiap
ia membayangkanku dalam genggaman Iblis. Jatuh cinta setiap kusebutkan
namanya dalam doa, bersama malaikat. Jatuh cinta setiap meminta Tuhan
agar selalu bersama kami. Jatuh cinta saat perdebatan diantara kami
meruncing menjadi nafsu dan fantasi liar semata. Jatuh cinta.
Mengenalnya
sebentar dan jatuh cinta kemudian, bukan perkara mudah buatku. Baginya,
aku adalah malaikat kebaikan, yang tak boleh tersentuh oleh noda Iblis,
meski kerap ia menginginkannya.
Perjumpaan dengannya,
membuatku sadar bahwa cinta memiliki tiga kata kunci, seperti teori
triangular love yang pernah kuketahui adalah, Passion; Commitment and
Intimacy. Kami punya keduanya, tapi tidak untuk commitment. Pikirannya
yang idealis dan tak ingin menyakiti pihak mana pun, membuatku sadar
bahwa ia lelaki sempurna. Bahkan saat dia harus berjuang melawan
penyakitnya sendiri. dia rela mengorbankan perasaanya menutupnya dengan
rapih demi tidak ingin melihatku bersedih dan khawatir kalau aku tau
yang sebenarnya.
Baru kali ini, aku sadar, aku
jatuh cinta pada lelaki luar biasa ini. Lelaki sederhana, tak suka
menganggungkan diri, sabar dan mengerti apa yang aku butuhkan. Bagiku,
ia hanya dalam benak dan hati, tanpa bisa aku miliki sepenuhnya jiwa dan
raga. Lelaki sejati yang kerap menjadi mimpi-mimpiku yang hadir setiap
aku menuliskan cerita-cerita cinta yang pendek, dalam benakku.
Lelaki
itu ada. Dunia menantang kami. Itu penderitaan. Tetapi, tantangan itu
yang membuat kami bertahan hingga kami sadar bahwa cinta tak harus
memiliki tapi selalu membahagiakan. Hanya dia milikku saat ini. Meski
waktu kadang tak adil bagi kami, namun Dewi Amor selalu setia menyatukan
hasrat kedua insan yang dimabuk gelora asmara, aku dan lelaki ini.
Dia
adalah curahan hatiku, tempat aku berkeluh kesah tentang hidup ini.
Tempat bersandar, saat aku menderita karena cinta dari orang lain.
Tempatku mengadukan harapan dan mimpi. Tempatku berbagi kesenangan dan
kedukaan. Tempatku melabuhkan malaikat dan iblis dalam hatiku.
Aku mencintainya. Ia pun demikian.
Sayang, Tuhan segera mengambil milikku yang paling indah ini. Mengapa???
Telah
lama, sang waktu iri dengan kebersamaan kami dan memisahkan kami berdua
dengan kesibukan duniawi, yang melupakan hasrat kami. Sang waktu
mempertemukan kami dengan kesedihan. Sore hari yang kelabu buatku.
Entah
jika sang waktu dan Tuhan bekerjasama dengan baik, mungkin ia tak akan
lama lagi mencecap indahnya dunia ini. Tak adil rasanya, saat aku baru
saja menikmati indahnya cinta dari lelaki sejati yang selama ini aku
sayang. Tak mudah buatku berpaling dari lelaki ini.
Jika
dulu, Tuhan mengambil lelakiku untuk menjadi PelayanNya di dunia. Kini
Tuhan pula yang akan segera mengambil lelakiku untuk menjadi PelayanNya
di surga. Lelaki rendah hati dengan jiwa melayani akan segera pergi,
dalam hitungan sang waktu, yang bisa saja bersama maut akan pergi
menjemputnya. Tak adil.
Benar, bahwa sebagian besar
dari apa yang kita jalani di dunia ini adalah segala sesuatu yang tak
pernah menjadi kehendak kita, supaya kita mengerti betapa indah rencana
Tuhan. Tapi rencana indah ini, tak pernah bisa aku mengerti.
Lelaki
sejati itu membiarkan diriku, dalam kesedihan. Lelaki sejati itu,
memintaku untuk mengaburkan mimpi kami ke depan. Lelaki sejati itu,
memilih kebahagian dengan membiarkan aku bersama dengan yang lain. Tak
adil.
Lelaki itu meminta sang waktu, agar membolehkanku untuk melihat kebahagiaan ada bersamaku. Tak mungkin. Tak mudah juga.
Sang
waktu, aku ingin memintamu bersikap adil terhadap cinta. Sang waktu,
aku ingin kau berpihak padaku dan padanya. Sang waktu, aku ingin rajutan
cinta itu kembali tersulam dengan baik, meski bukan bersamanya. Sang
waktu, aku ingin kau tahu bahwa cinta yang tulus adalah pengorbanan saat
kita bisa memberikan yang terbaik buat orang yang dikasihinya. Sang
waktu, aku ingin engkau tetap menjaganya hingga engkau pun membuatku dan
dia bahagia dengan sulaman kasih yang terpisah oleh takdir.
Sang waktu, bekerjalah bersama takdir. Tak ada yang mustahil atas nama cinta. Aku ingin bersamanya untuk terakhir kalinya.
Hanya
waktu yang dapat membawanya kembali sebagai pribadi yang penuh
kenangan, meski ia telah pergi. Waktu telah membawanya pergi. Namun
waktu pula, yang akan menjawab seberapa besar nilai cinta itu.
No comments:
Post a Comment