Beberapa bulan belakangan berita di tanah air disibukkan dengan perhelatan politik tentang pemilihan umum (pemilu). Berita ini hampir mendominasi lini massa. Isu ini menjadi perbincangan keluarga sehingga menjadi topik hangat dibicarakan. Itu berarti isu pemilihan umum itu bukan lagi menyimak siapa yang terpilih, tetapi siapa yang menang dan siapa yang kalah.
Ini mengingatkan saya tentang kalah dan menang dalam hidup. Buku-buku yang dijual di toko bukukebanyakan berisi tentang bagaimana meraih kemenangan, bukan tentang bagaimana menerima kekalahan. Seminar motivasi banyak bercerita bahwa kita harus jadi pemenang, tetapi tidak diajari menyiapkan mental bilamana kalah. Ketika kita kalah, orang-orang sekitar hanya berpesan bahwa kita perlu sabar. Kita tidak diajari bagaimana mengatasi kenyataan saat kalah.
Apa yang terjadi?
Karena sejak berada di sekolah, kita diajari untuk berkompetisi menjadi pemenang, bukan bagaimana pengalaman itu terjadi.
Padahal ada banyak nilai-nilai kehidupan yang dialami seorang anak saat bersekolah, bukan hanya satu nilai kemenangan saja. Itu berarti saat tahap perkembangan moral seorang anak, mereka bisa belajar bahwa kompetisi itu bukan tentang kalah atau menang.
Kompetisi itu bisa berarti hidup itu adil, tidak ada kecurangan. Kompetisi itu berarti menghormati perbedaan, menerima kekalahan atau menghargai proses. Ini mengarahkan seseorang untuk paham bahwa siap menang juga berarti siap kalah.
Ketika seseorang diajari siap mengalami kekalahan, dia akan paham bahwa ada kekecewaan, penyangkalan, frustrasi dan berbagai perasaan negatif lainnya. Lalu orang dewasa sebagai pembimbing seperti guru dan orangtua memberikan pendampingan agar anak bisa mengatasi kekalahan. Ini penting agar anak mengenal aturan yang menilai benar atau salah, bukan tentang kalah atau menang. Harapannya, anak paham siap menang berarti juga siap kalah.
Selamat berhari Minggu bersama keluarga!
No comments:
Post a Comment