Rupa wajah yang tak setampan Romeo dalam Shakespeare. Mata yang tajam
seperti elang dengan sorot seperti surya di pagi hari. Sesungging
senyum seperti wangi bunga di pagi hari, meluluhkan hati. Wanita mana
yang tak terpesona oleh mata dan senyum yang memanah hati?
Pangeran Kodok.
Kuberanikan diri menyapa keangkuhan hatinya. Ia hanya mengganggukan
kepala. Sopan dan santun. Matanya menyelidik setiap lekuk tubuhku. Aku
seperti ditelanjangi oleh sorot bintang dalam matanya. Gelora hati yang
malu, tak kuasa aku menahan panah hati.
Pangeran Kodok.
Ia berlalu. Seiring waktu, ia tak terlihat. Ia pergi terbawa oleh
kebisuan hatiku. Ia tak kembali hanya karena aku tak mampu menyelami
samudera hatinya. Hatinya yang luas tak terbendung oleh jangkuan
anganku. Memasuki hatinya seperti puri misteri yang gelap, hanya meraba
dan sulit dipahami.
Kini senandung mesra, ditiupkan oleh Pangeran Kodok yang pergi
membawa seraut tanya. Tak pernah kembali, meski hati memintanya. Tak
pernah angin membawa kabar. Tak ada merpati yang tulus, terbang
membawakan kidung mesra lagi padaku. Ia larut dalam misteri jiwa yang
tak pernah kuselami.
Gelora cinta telah ditabuh olehnya. Sadarkah ia betapa aku
mendambakannya? Tahukah ia betapa aku menginginkannya? Adakah ruang
rindu antara aku dengannya dalam bilik hatinya? Maukah waktu sejenak
mempertemukan kami kembali?
Tak kuasa aku menahan kidung mesra yang tertulis oleh suratan takdir.
Tertulis nama Pangeran Kodok dan diriku dalam jalinan kisah asmara.
Dewi Cinta mengukir nama kami berdua. Namun, sang waktu membawa impianku
bersamanya.
Saat rembulan hadir bersama bintang. Kutiupkan nama Pangeran Kodok
sambil berharap, malam itu akan kembali bersama kami lagi. Malam yang
dihiasi oleh semburat merah jambu di sekelilingku. Malam yang berhasil
mempertemukan kami dalam alunan emosi jiwa. Malam yang menggoda kami
untuk saling menggenggam jemari tapi bukan hati.
Rasa rindu ini semakin membara. Rindu yang hampir menenggelamkan
jiwaku. Rindu yang membuatku hampir gila, mencarinya. Kulambungkan
anganku untuk seorang Pangeran Kodok dalam sebuah mimpi.
Sadar diri bahwa mimpi tak bertepi ini telah ditinggalkannya. Maaf
telah terucap namun rindu masih tertinggal. Nama masih disebut dalam doa
pada yang Ilahi. Agar kidung cinta ini masih terpatri dalam buku kisah
asmara milik Dewi Cinta.
Semoga Kidung Cinta tak dihapus oleh Sang Waktu.
Jakarta, 16 April 2018
Ajeng
No comments:
Post a Comment