
Sumber foto: Dokumen pribadi
Pernah merasa ‘dicurangi’ dalam hidup semisal bermain bersama sewaktu kecil, teman menyontek dari pekerjaan anda di sekolah atau mengelola bisnis bersama lalu keuntungan tidak dibagi sesuai? Jika anda belum pernah mengalami kecurangan, beruntunglah anda. Namun jika anda pernah mengalaminya dalam hidup, itu wajar. Mengapa? Dalamnya hati manusia tidak ada yang tahu.
Apa itu bersikap curang? Curang adalah perilaku di luar prosedur sebenarnya, bahkan hanya untuk kepentingan diri sendiri, malahan yang bukan haknya. Sudah tahu sedang ujian, artinya untuk mengetahui kemampuan masing-masing individu namun seseorang menyontek milik orang lain atau membuat bahan contekan. Itu curang namanya. Atau, sesuai persetujuan pembagian keuntungan bisnis dibagi dua namun seseorang bersikap curang dengan mengambil milik orang lain.
Mengapa ya orang bersikap curang?
Ketika ada teman menyontek, saya bertanya mengapa dia melakukannya? Jawabnya, “Karena saya tidak percaya pada kemampuan saya dalam mengerjakan soal ujian.” Oh jadi ketidakpercayaan pada kemampuan diri sendiri menjadikan orang bersikap curang. Akhirnya ia menghalalkan segala cara termasuk bikin bahan contekan atau melihat milik orang lain.
Ternyata jika kita percaya pada kemampuan diri sendiri meski hasil nilainya tetap jelek, akan lebih bermakna. Sadarkah kita saat berbuat curang dengan nyontek saja sudah membuat hati gelisah, jantung berdebar-debar dan penuh kekhawatiran? Jika itu tidak terjadi pada anda, artinya anda sudah ahli berbuat curang.
Jika dibiarkan perilaku curang pun berimbas pada dunia kerja. Sebagai misalnya, curang dalam berbisnis. Bisnis adalah soal kepercayaan. Ketika kecurangan terjadi, tentu anda sudah merusak integritas pribadi anda nantinya. Siapa lagi yang mau percaya untuk berbisnis dengan anda?
Mengapa orang bersikap curang dalam berbisnis? Karena adanya tuntutan untuk bersikap superior dan powerful pada orang lain. Apa itu? Tuntutan seperti gaya hidup dan persaingan kompetisi dijadikan dalil curang dalam bisnis. Misalnya, bisnis sebetulnya hanya menghasilkan nominal yang kecil, mau sampai kapan bisa kaya? Akhirnya curang adalah jalannya. Atau melihat kompetitor bisnis lain lebih maju maka diniatkan untuk curang.
Seandainya setiap orang mau bersabar dalam berbisnis, toh tak mungkin ada kecurangan. Jika memang rejeki itu hak anda, tidak perlu curang maka anda sudah mendapatkannya. Bisnis itu seperti roda yang berputar kadang di atas kadang di bawah agar bisa maju, namun jangan biarkan roda itu diam tak bergerak.
Kecurangan adalah hubungan yang tak sehat, termasuk dalam relasi suami isteri. Bayangkan jika salah satu pihak bersikap curang kemudian berselingkuh. Ini masih soal kepercayaan, jika anda tidak bisa setia dalam perkara kecil, bagaimana anda bisa memikul tanggung jawab yang besar? Jadi jangan komplen pada Tuhan, periksa lagi apakah saya sudah setia dengan janji saya dalam pernikahan? Jadi kecurangan di sini disebabkan ketidaksetiaan.
Terakhir penyebab kecurangan adalah pengalaman masa lalu. Ada orang yang terlatih berbuat curang sedari kecil sehingga suara hatinya sudah kebal, tidak lagi bisa membedakan mana yang baik dan buruk. Dia mendapatkan keuntungan dari perbuatan curang. Berpikir bahwa tidak ada orang yang tahu, padahal Tuhan maha tahu. Curang bukanlah sebagai solusi untuk cari kepuasan semata melainkan menjadi kebiasaan atau habituasi. Sudah terbiasa sehingga karakter curang menjadi personal branding orang itu.
Pengalaman masa lalu yang menyebabkan kecurangan lain misalnya seorang teman mengaku curang dari suaminya sebagai bentuk balas dendam. Rupanya suaminya pernah selingkuh sehingga masa lalu itu membuat dia berlaku curang. Apakah curang bisa dipertahankan dalam perkawinan? Jika anda membungkus api dengan kertas maka akhirnya kesia-siaan. Tiada upaya untuk menutupi kecurangan.
Berlakulah sebagaimana layaknya kita diciptakan agar dunia semakin baik.
No comments:
Post a Comment