Seorang anak muda bermimpi agar dapat melamar gadis pujaannya yang berada di seberang desa. Ia mendapatkan firasat bahwa gadis pujaannya tersebut memenuhi impiannya tentang pasangan hidup yang selama ini sudah dinantikannya. Gadis pujaannya itu tak lama lagi akan dipersunting pemuda lain pilihan orangtuanya sehingga pemuda ini ingin segera mendapati gadis itu.
Ia membawa serta ibunya, dengan harapan agar ibunya dapat melihat pujaan hatinya dan bersegera memberi restu.
“Ibu, aku berpikir perempuan ini adalah takdirku,” seru pemuda itu kepada ibunya dalam perjalanan menuju desa seberang.
“Apa iya, dia adalah takdirmu? Bagaimana jika nasib berkata lain?” sahut si ibu. Pemuda itu pun terdiam. Si ibu berkata lagi, “Nasib orang siapa yang tahu, nak.” Mereka pun meneruskan perjalanan kembali.
Pemuda pun memikirkan kalimat si ibu. Benar juga tidak ada yang bisa menebak nasib orang.
Ah, doa mungkin akan menjawab impianku. Sepanjang perjalanan pun, ia tidak henti-hentinya berdoa dalam hati agar Tuhan mempertemukannya dengan gadis impiannya. Gadis itu adalah mimpiku, Tuhan. Seru pemuda itu dalam hati. Tuhan pasti menjawab doaku, rintihnya dalam hati.
Di tengah perjalanan, mereka menemukan batu besar menghalangi jalan mereka menuju desa seberang. Mengapa rintangan muncul saat aku ingin meraih mimpiku, tanya pemuda dalam hatinya.
“Nak, apa yang akan kau lakukan agar kau bisa sampai ke desa seberang?” tanya ibu.
Pemuda itu terdiam sesaat.
“Menurut ibu, apa yang seharusnya aku lakukan?” tanya pemuda itu kembali.
“Kau hanya punya dua cara, pecahkan batu besar ini atau cari jalan lain,” kata ibu menjelaskan.
“Tetapi semua butuh waktu, bu” kata pemuda itu.
“Nak, dalam meraih impian semua memerlukan waktu. Jika dia memang adalah takdirmu, seberapa lama kau berjuang mendapatkannya maka niscaya akan menjadi milikmu. Nasib baik atau buruk ada di tanganmu, bukan sang waktu,” kata ibu.
Pemuda itu pun berpikir lagi. Jika dia memecahkan batu besar yang menghalangi jalan, setidaknya dia memerlukan waktu berhari-hari lamanya untuk bisa membuka jalan yang menutupinya. Dia pun mengambil kapak dan optimis untuk memecahkan batu.
Saat akan mulai membongkar batu, pemuda itu mengurungkan niatnya. Bagaimana jika gadis pujaannya sudah terlanjur dilamar orang karena ia terlalu lama memecahkan batu besar yang menghalangi jalan?
“Mungkin aku harus mencari jalan lain, bu” seru pemuda kepada ibunya.
“Jika kau pilih jalan lain, bisa jadi kau akan menemukan takdir yang lain. Kau akan bertemu gadis lain yang bisa jadi membuatmu jatuh cinta melebihi gadis sebelumnya,” kata ibu. “Ingatlah nak, setiap pilihan yang kau pilih ada konsekuensi. Kau ingin pecahkan batu besar itu tanpa tahu apakah impianmu masih tetap jadi milikmu. Atau, kau pilih jalan lain tanpa pernah tahu kemana jalan baru itu akan membawamu.”
“Aku sudah berdoa, bu” seru pemuda itu.
Ibu pun menyahut, “Manusia berencana, Tuhan yang menentukan.” Tambahnya lagi, “Jika batu besar menghalangi mimpimu, apakah kau akan pecahkan batu besar itu untuk meraih mimpimu atau pilih jalan lain untuk melihat peluang mimpi yang lain?” Pemuda itu tertunduk merenung. Ibu pun menegaskan sekali lagi, “Apa pun yang menghalangi jalanmu meraih impian, jangan biarkan kau diam lalu berteriak minta tolong! Jika jalan impian itu bebas rintangan, justru jalan itu tidak berguna.”
* Apa yang anda lakukan jika anda adalah pemuda tersebut? 

No comments:
Post a Comment