Friday, June 22, 2018

Niat baik dan respon orang

Ketika kita berbuat baik kadang kala orang lain menilai apa yang kita lakukan tidak terlihat baik dimata mereka. Mereka akan memberikan pendapat sesuai dengan kacamata mereka . Ada yang iri dan mencemooh tindakan kita , ada yang tersinggung karena mereka merasa gengsi , ada yang marah karena merasa dilecehkan dan sebagainya . Haruskah kita menanggapinya ?

Hukum alam ini mengatakan  " Apa yang kamu tanam itulah yang akan kamu tuai " .
Niat baik dengan perbuatan baik yang kita tanam pasti akan mendatangkan hal yang baik pada diri kita . Tetapi ingat belum tentu perbuatan baik seseorang dilandasi oleh niat baik .
Apa bila kita hendak melakukan suatu perbuatan upayakanlah selalu didasarkan akan niat baik agar kebaikan yang datang pada diri kita.

Jika kita sudah melakukan hal kebaikan dan mendapatkan respon yang buruk dari orang lain , jangan tanggapi apa yang mereka lakukan dan teruslah berbuat baik . Jangan kotori diri kita dengan kemarahan , tetap teguhlah pada keyakinan bahwa kita menanam hal yang baik , pasti hasilnya baik ,walaupun kita tidak mendapatkan hal yang baik dari mereka mungkin kita akan mendapat hal yang baik dari orang lain.

Ketika kita melakukan niat baik jangan mengharapkan hasil dari perbuatan tersebut . Apabila orang lain menanggapi negatif dan kita menjadi marah , maka tanpa kita sadari kita baru saja menanam karma buruk yang baru . Biarlakan saja apapun tanggapan orang lain .
" Biarpun anjing menggonggong kafilah tetap berlalu "

Dasarilah semua perbuatan kita dengan niat yang baik , lakukanlah perbuatan baik ini dengan tulus , dan tetaplah tegar walupun orang lain menilai perbuatan kita buruk , dan yakinlah Tuhan akan memberkati semua perbuatan yang dilandasi dengan niat baik .

Penilaian seseorang ditentukan oleh kebersihan hati , orang yang bersih hati akan melihat semua dengan rasa syukur , orang yang kotor hati akan melihat semuanya dengan buruk .
Teruslah menanam kebaikan sehingga hati kita dipenuhi dengan KEDAMAIAN

God Bless Us..:)

Wednesday, June 20, 2018

Cerbung: Suminah & Nasibnya


Kala mentari terajut oleh senja sore, tak terbayang rembulan akan segera datang menggantikannya. Mungkinkah angan akan berakhir di senja sore ini? Pikir perempuan itu sekali lagi.  Dhisapnya rokok sebatang, menarik topi menutupi raut muka yang gosong oleh sinar mentari sepanjang tadi dan mengemas barang-barangnya ke dalam tas. Barang-barang usang yang selalu dibawa, buku alamat; sebungkus rokok; sekotak korek api, telpon genggam lama; kaca dan sisir.

Telah disisir seisi kota untuk menemukan keberadaanya. Mengandalkan buku alamat yang bertuliskan alamatnya, Jalan Ciasem Nomor 1, Jakarta, ia berusaha mendapatkannya. Tak kunjung jua ditemukan raut mukanya yang sendu dan mempesona tiga tahun lalu.

Dengan rok panjang hitam selutut, berkemeja merah, berbedak tipis dan menguncir kuda rambut hitamnya yang sudah mulai memutih, Perempuan berusia empat puluhan mulai gelisah memperhatikan jalan di hadapannya. Kali ini, ia tampak ragu dengan penampilannya. Ia mengaca sedikit, lalu mengambil lipstik merah di tasnya. Ia merasa kurang cantik dengan lipstiknya yang sudah mulai pudar oleh gorengan bakwan yang baru saja dikunyahnya. Tiga gorengan bakwan ditambah segelas teh manis cukup untuk mengganjal perutnya yang mulai kosong, tak terisi oleh makanan sejak malam sebelumnya.

Beruntung ibu penjual gorengan, mengijinkan perempuan itu duduk untuk menikmati gorengan dan menunggu beberapa saat. Entah apa yang ditunggu oleh perempuan pembeli tiga gorengan bakwan, pikir si ibu penjual gorengan.

“Gak papa kan, bu? Saya masih menunggu di sini” tanya perempuan itu kepada penjual gorengan.

“Silahkan saja, bu. Gak papa kok” sahut ibu penjual gorengan.

“Nama saya Suminah, tinggal di kontrakan Pak Maman. Saya datang ke Jakarta, hendak mencari suami saya, bu. Sudah tiga tahun, saya tak bertemu dengannya” lanjut Suminah, perempuan pembeli tiga gorengan bakwan. Pikirnya lebih baik memperkenalkan diri terlebih dulu sebelum penjual gorengan bertanya balik siapa dirinya. Budaya ketimuran nan santun ingin ditunjukkan kepada penjual gorengan bahwa ia adalah perempuan baik-baik yang telah bersuami.

Penjual gorengan nampak cuek dengan perkenalan Suminah barusan. Sambil sibuk mempersiapkan adonan bakwan, ia tampak acuh terhadap kehadiran orang-orang seperti Suminah. Kota sebesar Jakarta tentu akan mudah ditemukan perempuan-perempuan malang seperti Suminah yang mencari suami, kerabatnya, anaknya, dan lain-lain. Ia tak peduli. Toh, hidup di Jakarta adalah kegetiran setiap orang yang harus dihadapi. Begitu pula dengan hidupnya sebagai penjual gorengan selama tiga belas tahun, setelah meninggalkan kampung halaman yang berniat semula untuk mencari suaminya di Jakarta.

Kini perempuan yang mengaku bernama Suminah, bernasib sama seperti dirinya. Ah, masak bodoh. Sambil terus menguleni adonan dan menggoreng, ia sibuk melayani beberapa pria yang duduk di sebelah timur, yang sedang menikmati gorengan yang masih panas.

Suminah memakai lipstik merahnya. Ia memperhatikan bibirnya, merapatkan kedua bibirnya agar semua lipstiknya tersapu rata, dan memonyongkan sedikit bibirnya. Ini adalah trik Suminah yang hanya punya satu lipstik, agar bisa terlihat cantik oleh suaminya nanti. Bibirnya yang terlihat tebal dan sedikit hitam karena batang rokok yang dibakarnya tiap hari harus ditutupi oleh warna lipstik merahnya. Begitu kesannya. Mungkin suaminya sekarang tak akan tahu bahwa ia telah merokok.

Merokok adalah aktivitas yang membuat Suminah merasa nyaman dan larut dalam persoalan yang sedang dipikirkannya. Dengan merokok, pikirnya, ia pasti akan memikirkan bagaimana caranya agar dapat uang, sehingga dapat membeli rokok sebungkus tiap hari. Tidak lagi sebungkus, pikirnya. Ia kini telah berhasil menghabiskan dua bungkus lebih rokok. Itu artinya, ia harus semakin getol mencari uang untuk membeli rokok.

Dulu di kampung halamannya, Suminah dikenal sebagai tukang pijit panggilan. Ia sudah cukup dikenal, bukan karena keahliannya untuk memijit lalu sembuh tetapi karena pijatannya yang aduhai yang dinikmati oleh setiap lelaki yang menginginkannya. Anehnya, para istri yang meminta suaminya dipijat tak pernah protes. Bodohkah sang istri? Pikir Suminah. Atau memang sebagai istri, kita hanya bisa tertunduk diam terhadap keinginan dan mungkin kebutuhan para suami.

Suminah tak peduli terhadap pendapat para ibu di kampung halamannya. Toh, ia tetap dikenal oleh para bapak di kampungnya, bahkan para pejabat desa yang berjarak jauh dengan kampungnya. Mungkin pijatannya telah cukup dikenal menggairahkan bagi para pria yang menginginkannya lebih dari sekedar menghilangkan pegal-pegal.

Sepeninggalan suaminya, ia berhasil mengumpulkan banyak uang. Pundi-pundi uang yang terkumpul digunakannya untuk mencari suaminya di Jakarta. Niat yang indah telah terpatri dalam ingatan Suminah bahwa kelak setahun setelah di Jakarta, suami Suminah akan membawanya tinggal di Jakarta. Janji tinggal janji. Ia tak kunjung datang.

Benih cinta yang harusnya tumbuh dan besar, kini tiada oleh kecelakaan yang seharusnya tak terjadi. Entah apa yang  akan dikatakan suaminya terhadap kecerobohannya itu. Telah tiga kali, Suminah keguguran. Tiga kali itu pula, suami suminah selalu melakukan kekerasan terhadap dirinya. Ia dicap sebagai perempuan bodoh. Ia dipukul, tangannya diikat, kakinya diikat dan perutnya disundut oleh rokok. Suminah hanya diam. Ia masih menurut dan menerima perlakuan itu. Atas dasar cinta, ia menerima semua ini. Bodohkah ia sebagai perempuan dan juga istri? Atau, Suminah takut kehilangan suaminya sama seperti sekarang ia berusaha mencarinya agar suami yang jadi miliknya akan selalu menjadi miliknya.

Waktu menunjukkan menjelang maghrib. Para lelaki yang berada di hadapan Suminah, pamit kepada penjual gorengan.

“Loh, ambil lima kok bayarnya cuma dua. Hai, utang yang kemarin, gimana?” seru penjual gorengan kepada seorang bapak berbaju hitam yang segera lari meninggalkan warung kecil itu.

Seperti mengiyakan perilaku pembeli gorengan, penjual gorengan tampak diam dan pasrah. Mungkin ini nasibnya. Entah sebagai perempuan yang tak bisa melawan atau sebagai kaum yang lemah. Bahkan untuk memperjuangkan haknya sebagai penjual gorengan pun, ia tak bisa. Ia sudah tersakiti oleh perlakuan suaminya yang sudah menikah dengan perempuan lain. Apakah untuk mempertahankan hidup, para pria ini juga menyerang hidupnya yang sudah lemah dan rapuh oleh kebaikannya? Perasaan itu yang dirasakan oleh penjual gorengan.

Melihat gelagat penjual gorengan, yang kecewa dengan perlakuan bapak-bapak di hadapannya, Suminah pun berkata, “Bu, biar nanti saya yang bayar. Hitung-hitung bayar saya duduk lama di sini.” Harga gorengan lima ratus perak, jika dikalikan tiga gorengan yang belum terbayar, Suminah masih cukup untuk membayarnya. Ia sudah bertahan hanya makan sekali saja sehari.

“Gak usah, bu. Memang sudah nasib saya sebagai perempuan. Kita hanya bisa nrimo. Ya begitu itu” keluh penjual gorengan.

Suminah tak mengerti kaitan antara membayar gorengan dengan nasib sebagai perempuan. Apakah nasib perempuan memang selalu menjadi korban ketidakadilan lelaki? Apakah perempuan tak mampu membela haknya? Dia pun segera mengulurkan uang lima ribu rupiah dari balik kutang, yang digulung halus bersama duit seribu dan dua puluh ribu lainnya. “Ini bu. Terimalah. Buat bayar gorengan, teh manis dan upah duduk di sini.”, seru Suminah.

“Kembali seribu, bu” jawab Penjual gorengan.

“Tak usah, ambil saja kembaliannya, bu” timpal Suminah kemudian.

Sebagai bentuk penghargaan dan budaya kesantunan, kedua perempuan ini sama-sama memanggil ibu. Meski tidak tahu mana yang lebih tua atau lebih muda, tetapi kata ibu seperti menyepakati bahwa perempuan ini sudah berumur paruh baya, sudah memiliki anak mungkin, tetapi mungkin sudah bersuami.

Sudah hari kelima, Suminah berada di kota besar Jakarta. Kota yang tak pernah dibayangkan sebelumnya. Kota yang dijanjikan oleh suaminya. Kota impian bagi para perempuan di kampungnya. Kota yang menjanjikan perubahan hidup menurut kebanyakan orang di kampungnya. Tetapi, ia tak punya siapa pun di kota ini. Ia tak mencatat tempat tinggal orang-orang di kampungnya yang mungkin saja sukses hidup di Jakarta.

Tinggal di kontrakan berukuran dua meter kali tiga meter, bukan sebuah tempat yang nyaman bagi Suminah. Namun, hanya tempat itu yang bersedia untuk membayar waktu menunggunya selama sepuluh hari di Jakarta. Ia membayar lima puluh ribu untuk sepuluh hari tinggal di tempat itu. Mahal, pikirnya. Apa boleh buat, ia harus membayar dan harus menemukan suaminya segera. Pundi-pundi uangnya sudah mulai menipis.

Bersambung

5 Hal Berikut Bisa Jadi Ubah Hidup Anda

 
Jika anda diminta untuk menjawab pertanyaan di atas, ‘Apa yang menjadikan anda seperti sekarang ini?’ kira-kira apa jawaban anda? Atau sederhananya hal apa dalam hidup yang membuat anda berubah dalam hidup secara drastis?

Banyak orang berpikir harta akan mengubah orang seperti yang diinginkan, nyatanya belum tentu. Sudah banyak pepatah menyarankan misalnya uang bisa membeli tempat tidur namun belum tentu membeli rasa nyenyak tidur. Uang bisa mengubah bentuk wajah yang anda inginkan lewat operasi plastik, namun belum tentu menjadi siapa yang diinginkan. Uang bukan segala-galanya, namun segalanya butuh uang. Betul, tetapi apakah karena uang anda menjadi berubah?

Lalu apa yang membuat anda seperti sekarang ini? 

Saya mendengar beberapa orang yang saya kenal bercerita perubahan hidup yang dialaminya. Kira-kira apa yang menjadikan mereka seperti sekarang ini? 

Berikut jawabannya:

1. Orang lain atau significant other 
Siapa mereka? Bisa orangtua, ayah atau ibu atau keduanya. Atau bahkan orang lain seperti guru atau orang yang hanya anda kenal sekali dalam hidup. Apa yang membuat anda terinspirasi dari mereka, bisa jadi teladan hidup mereka atau petuah yang diberikan. Mereka mampu mengubah anda menjadi lebih baik secara pribadi. Mereka menginspirasi bagaimana hidup sebaik-baiknya. Anda tersentuh karena pengaruh mereka yang begitu luar biasa dalam hidup anda, misalnya.

Seorang teman mengaku dia bisa menjadi orang baik seperti sekarang ini berkat orangtua angkatnya, lebih tepatnya ibu angkatnya. Dia menyadari bahwa sedari kecil dia berbeda dari anak yang lain, dia berubah jadi anak yang jahat dan sejahatnya agar orangtuanya ini membenci lalu membuangnya seperti dulu mereka menemukan dia di tempat pembuangan sampah. Akibat ulah dia yang jahat, si ayah angkat meninggal kena serangan jantung. Dia masih belum berubah, si ibu angkat masih tetap baik padanya. Hingga si ibu jatuh sakit, ibu hanya meminta dia jadi orang baik. Ibunya berkata, “Nak, tak selamanya orang jahat akan punya teman, tetapi jika kamu anak baik maka kemana pun kamu pergi banyak orang mengasihimu. Jika ibu meninggal, ibu ingin masih ada yang mengasihimu. Cobalah menjadi anak yang baik.” 

Sejak itu dia merenung untuk berubah jadi orang yang baik. Ia baru menyadari bahwa kasih orangtua angkatnya melebihi kasih orangtua kandung yang sudah membuangnya. Dia berubah menjadi lebih baik dari sebelumnya. Dulu ia sering mabuk-mabukkan dan menyusahkan orangtua karena sering dipanggil polisi, namun kini ia berubah total untuk tidak mabuk-mabukan dan pribadi yang baik.

2. Peristiwa hidup
Ada banyak peristiwa hidup yang membuat seseorang berubah. Peristiwa hidup tidak melulu berbentuk kesenangan seperti mendapatkan undian berhadiah lantas berubah menjadi kaya. Peristiwa hidup di sini lebih diartikan pada kejadian yang membuat anda terpuruk lalu bangkit setelahnya. Peristiwa yang menjadikan anda seolah-olah seratus delapan puluh derajat anda berubah. Mungkin anda mengira “Ini bukan saya!”

Seorang yang saya kenal baru-baru ini adalah seorang sopir sederhana dan rajin sembahyang. Dia sesungguhnya adalah anak orang kaya dengan ayahnya seorang pegawai pemerintahan yang memiliki banyak rumah dan harta berlimpah. Terbukti, ia mengambil studi di Jerman usai mengenyam pendidikan SMA di Jakarta. Setelah studi, dia kembali ke tanah air dan mendirikan perusahaan lalu menikah dengan seorang artis sinetron. Suatu hari kejadian dalam hidupnya membuatnya jatuh dan putus asa, usaha yang dirintisnya hancur dan ia pun bercerai dari isterinya. Ia merasa terpuruk. 

Kemudian ia menyadari bahwa pengalaman hidupnya seperti kejatuhan bisnis dan perceraian disebabkan oleh rejeki si ayah yang tidak halal. Ia mencari perenungan hidup dan tinggal di pesantren. Hidupnya pun berubah. Meski orangtuanya memiliki rumah yang megah dan beberapa rumah lainnya, ia memilih menumpang di paviliun milik temannya. Pada akhirnya ia menikah dengan pegawai toko sepatu dan memiliki satu anak. Ia mengembalikan ijazah studi yang dibiayai oleh ayahnya. Ia berpikir kini hidupnya sudah cukup dengan apa yang dimiliki ketimbang sebelumnya. Berubah tidak selamanya harus menjadi sukses atau kaya raya, namun berubah menjadi pribadi yang lebih baik dan bersahaja sudah cukup memberikan gambaran kepada kita, kita ingin bagaimana.

3. Pendidikan
Ada banyak orang yang berubah dalam hidupnya setelah mengenyam pendidikan yang lebih baik. Pendidikan membuat orang memiliki wawasan yang luas. Meski tidak menutup kemungkinan banyak kasus-kasus tertentu, mereka yang tidak selesai pendidikannya tetapi sudah tampil sukses gemilang dan terkenal. Namun hal ini tidak bisa digeneralisasikan bahwa pendidikan tidak penting. Buat saya, orang bisa berubah karena ia mendapatkan kesempatan untuk mengenyam pendidikan lebih baik. 

Sebut saja B, ia berasal dari keluarga yang tidak mampu. Orangtuanya memiliki banyak anak dan tentunya tidak sanggup membiayai sekolah B meski B merupakan anak yang pandai di sekolah. Beruntunglah orangtua bertemu dengan seorang terkenal yang kaya raya. B mendapatkan tunjangan pendidikan dari orang kaya raya ini hingga B bersekolah di luar negeri. Sekembalinya ke tanah air, ia mendapatkan posisi pekerjaan dengan gaji yang menawan. Saat bertemu dengan orang kaya tersebut, B ingin membalas budi baik orang ini untuk membayar uang pendidikan yang sudah dibayarkan. Ini jawaban orang kaya itu, “Kebaikan budi tidak selalu dibayar dengan uang. Teruslah berbuat baik karena kebaikan akan selalu menghasilkan kebaikan lagi.” B pun akhirnya menyadari perubahan hidupnya karena ia berhasil mengenyam pendidikan yang lebih baik ketimbang saudara-saudaranya.

4. Buku bacaan
Bagi anda yang suka membaca, jujurlah bahwa anda juga mendapatkan pencerahan dan perubahan pengalaman hidup setelah membaca, terutama dari bahan bacaan yang menginspirasi, ya ‘kan? Membaca tidak hanya memberikan wawasan tetapi juga memberikan pencerahan.

Dalam poin ini, saya mengambil contoh saya pribadi. Setiap kali saya membaca saya lalu memvisualisasikan apa yang saya baca untuk merencanakan apakah mungkin saya bisa melakukannya. Apa pun itu, buku sudah banyak mengubah hidup saya untuk lebih baik. Saya tidak mungkin seperti sekarang ini tanpa buku-buku yang menginspirasi dan mengubah saya.

5. Trauma Masa lalu
Ada orang yang mudah larut dengan luka lama atau masa lalu sehingga sulit bangkit dalam hidupnya, namun banyak pula orang yang bisa bangkit bahkan menjadi lebih baik akibat trauma atau kejadian masa lalu. Apa bedanya poin ini dengan poin ‘Peristiwa hidup’? Di poin peristiwa hidup ada semacam rangkaian kejadian demi kejadian yang membuat orang down, frustrasi, gagal dan merasa terpuruk. Sedangkan pada poin ‘Trauma Masa Lalu’ lebih pada satu kejadian getir yang menyakitkan bahkan kejadian ini membuat trauma batin.

Ada seorang pengusaha perempuan di bidang kuliner yang bercerita bahwa ia pernah merasa terpuruk karena diceraikan oleh suaminya. Ia tidak punya keahlian apa pun selain memasak. Suaminya pergi meninggalkannya karena terpikat wanita lain. Ia putus asa, bagaimana ia harus menghidupi empat orang anaknya. Ia merasa kacau bahkan hampir ingin bunuh diri karena kekalutan pikirannya. Keluarga dari pihak suami pun tidak bertanggungjawab dan melepaskan dia bersama anak-anaknya. Ia sebatang kara karena ia sudah tidak punya orangtua lagi. 

Masa lalu ini membuat dia bangkit untuk membuka usaha makanan hingga terkenal. Kini ia sudah memiliki 40 orang karyawan untuk mengelola usaha makanannya. Hasil bisnis makanan dimanfaatkan untuk membuat usaha sewa rumah dan kos-kosan. Kini dia sudah mampu menghidupi dirinya, anak-anaknya bahkan orang lain yang menjadi karyawan yang bekerja pada usahanya.

Kesimpulan
Lima poin di atas hanya sebagian contoh yang pernah terjadi namun tidak untuk digeneralisasikan kasus per kasus. Anda mungkin punya poin lain, apa yang membuat anda berubah dalam hidup? Saya tidak tahu, hanya anda sendiri yang tahu. Namun pastikan bahwa perubahan hidup yang anda alami selalu ke arah yang lebih baik dan positif. 

Perubahan terjadi agar kita menemukan kebahagiaan sebagai proses hidup, bukan tujuan. Tujuan hidup saya dan anda pasti berbeda-beda. Jadi kunci perubahan hidup adalah membiarkannya mengalir secara alami, ikhlas dan sabar. Bukankah keajaiban dalam hidup terjadi saat kita membiarkan hal yang tidak diharapkan dan diinginkan terjadi? 

Selamat berhari Minggu