Tuesday, February 26, 2019

Rasa Lelah Batin? Hati-hati dengan ‘Burnout’

Suatu kali saya dan seorang teman saya sedang berbelanja di supermarket. Ketika asyik memilih belanjaan, muncul seorang perempuan tersenyum. Saya balas senyum. Rupanya dia langsung berbicara panjang lebar dengan teman saya. Oh rupanya kenal, batin saya.
Perempuan ini langsung bercerita kepada teman saya semacam curhat. Mereka bercerita bukan di kafe atau sedang duduk, namun posisi berdiri selama lebih dari setengah jam. Saya dengar sedikit perlahan sambil senyum namun karena berasa lama saya tinggal saja dengan mencari barang keperluan. Teman saya tetap meladeni. Ya, mungkin teman lama, pikir saya.
Hampir sejam saya mulai protes dari mengamati setiap detil barang di sekitar mereka hingga menjauh. Rupanya teman saya sadar dan pergi mencari saya. Pria yang berada tak jauh dari saya saat saya mencari barang rupanya adalah teman dari perempuan yang curhat itu. Walah, mungkin dia sama bosan dengan saya menunggu obrolan selesai.
Apa kaitannya dengan burnout? Yups, perempuan yang bercerita itu mengaku dia mengalami burnout sehingga tidak bekerja lagi. 
Saya pikir teman dan perempuan itu kawan karib atau teman sekolah. Ternyata tidak! Mereka hanya pernah kenal di tempat kerja yang sama namun berbeda divisi. Jadi sebenarnya tidak terlalu kenal. Mengapa perempuan ini bercerita panjang lebar masalahnya?kepada orang yang tidak terlalu dikenalnya. Lalu jika ingin curhat mungkin bisa atur waktu atau duduk ngobrol di kafe ketimbang berdiri dengan posisi memilih barang di supermarket. Rupanya dia butuh perhatian dan bercerita. 
Saya tidak menemukan padanan kata ‘burnout’ dalam bahasa Indonesia. Apa itu? Ada banyak versi jika kita googling. Namun intinya, perasaan negatif seperti tidak puas, kurang bersyukur, merasa terbebani, lelah berkepanjangan, hingga sulit berkonsetrasi dalam bekerja yang membuat kinerja seseorang menurun. Apakah berbahaya? Bisa berbahaya karena bisa mengarahkan kepada depresi. 
Bagusnya, bos atau rekan kerja sebaiknya segera menangani apabila mengamati seseorang yang sedang mengalami burnout. Seperti yang terjadi pada perempuan ini, dia akhirnya dipensiunkan dini. 
Selama ini burnout bisa dikaitkan dengan beban pekerjaan atau beban studi misalnya. Namun burnout bisa juga karena rutinitas yang melulu sama sehingga menjadi tidak menarik, membosankan, tidak menggairahkan dan menurunnya minat sosial. Ini bisa juga terjadi pada ibu rumah tangga juga meski mereka tidak bekerja di kantor. 
Banyak yang bilang burnout adalah gejala orang masa kini atau moderen. Mengatasinya yang pertama, jika anda sudah mengenali gejala burnout berarti anda harus menghentikan sejenak rutinitas anda, apa pun itu. Pergi berlibur atau memanjakan diri itu juga perlu. 
Kedua, anda perlu orang yang mengerti dan memahami anda. Berbicaralah dengan pasangan atau sahabat tentang perasaan anda. 
Ketiga, buatlah segala sesuatu menjadi berbeda dalam keseharian anda. Misal, jika anda pergi ke kantor lewat jalur A selama 10 tahun, coba berpergian lewat jalur B. Ubah ruang kerja anda. Belajar melukis, Dance, Menyanyi atau Menulis buku harian. Apa pun itu, buatlah hidup anda berbeda dan bernilai dari rutinitas yang selama ini anda lakukan.
Keempat, cari hal inspiratif. Jika anda suka nonton film, putar film yang menginspirasi bukan film yang buat anda semakin melow. Jika anda suka baca buku, bacaan inspiratif semacam ‘chicken soup for soul’ itu juga menarik. Atau anda bisa bermeditasi. Pergi ke tempat ibadah. Dengarkan lagu yang menginspirasi, misalnya.
Bersyukurlah atas hidup anda, itu tips yang utama.
Semoga bermanfaat.

No comments:

Post a Comment